“Berani
mencoba atau tidak memiliki pengalaman sama sekali.”
Jangan salah mengartikan kata pengalaman
dalam kutipan quote diatas. Pengalaman
tersebut berarti mendapat suatu ilmu/pelajaran yang berarti, yang
membuat kamu lebih optimis dalam menjalani segala rintangan di depan. Kamu
berani, kamu hebat. Oke, akhirnya rilis segmen “Kilas Balik” dan pertama
kalinya curhat di blog setelah sekian lama dipendam dan riweh dengan skripsi.
Saya mulai dengan cerita perjuangan masuk PTN tahun 2014. Tulisannya panjang
nih wkwk, semoga nggak bosan ya. Happy reading!
---
Waktu istirahat kedua, saya mengunjungi
ruang BK bersama salah dua teman. Konsultasi dengan Pak Drajad tentang jurusan
yang akan saya pilih di beberapa universitas karena bulan depan adalah pendaftaran
SNMPTN. Setelah di analisis, pilihan pertama saya ternyata adalah jurusan favorit
yang paling diminati di IPB tahun 2013. Beliau sudah menghimbau dan membuat
banyak kemungkinan-kemungkinan hal yang bisa terjadi. Memang dalam SNMPTN juga butuh strategi, tapi tetap saja saya memilihnya. Sebenarnya saya juga agak
pesimis melihat ada nilai Kimia yang sedikit menurun di kelas XI. Kimia adalah
salah satu mata pelajaran yang saya sukai. Berhubungan dengan unsur, senyawa,
campuran, dan sebagainya. Padahal itu sangat penting, karena ketiga jurusan
yang dipilih semua berhubungan erat dengan nilai Kimia. Beberapa kesempatan di
sekolah seperti sosialisasi dari kakak kelas yang sudah kuliah di berbagai universitas dan
motivasi session khusus untuk kelas XII, saya mantapkan pilihan dan tetap maju keukeuh dengan pilihan awal sesuai
dengan passion saya. Yak, datang hari H pengumpulan formulir ke TU sekolah (alhamdulillah di sekolah saya
pendaftaran SNMPTN dibantu oleh pihak sekolah). Pilihan pertama saya jatuh
kepada Ilmu Gizi IPB, kedua Biokimia IPB dan ketiga Teknik Kimia UNDIP. Yang
membuat lebih mantap lagi memilih IPB karena banyak sekali kakak kelas disana
yang kemungkinan bisa membuka gerbang kesempatan bagi adik-adik kelasnya diterima
di IPB. Setelah selesai proses pendaftaran, saya lega telah berani mengambil pilhan
sesuai dengan keinginan saya dan segala kemungkinan menyambut saya di depan
mata.
Sembari menunggu hasil SNMPTN, kelas XII
disibukkan dengan jadwal les tambahan untuk persiapan UN. Pun saya harus
mempersiapkan tryout USM STAN di
salah satu sekolah di Pekalongan. Setiap hari pulang larut. Latihan, latihan,
latihan, terus latihan soal dimanapun dan kapanpun. Ibu sangat mendukung dan senang
ketika mengetahui saya berencana mendaftar di
sekolah kedinasan tersebut. Tanggal 9 Maret 2014 saya dan beberapa teman
satu SMA didampingi kakak kelas yang kuliah di STAN mengikuti tryout USM STAN. Sebelumnya kami disuguhkan presentasi dari masing-masing
jurusan yang ada. Hasil dari tryout pun langsung diumumkan di
tiap-tiap kelompok kelas. Nyaris, kurang beberapa poin saja bisa lolos. Sebagai
anak IPA, hal yang berhubungan dengan ekonomi saya akui minim sekali, meski di tahun
pertama SMA dipelajari tetap saja kalah menguasai daripada mereka yang
anak IPS. Akan tetapi faktanya ternyata
mahasiswa di STAN justru sebagian besar adalah anak IPA sewaktu SMA loh (baca
selengkapnya di http://www.pknstan.heryan.web.id/2017/09/kebanyakan-anak-ipa-atau-ips-di-pkn-stan.html)
Kembali ke SNMPTN, pengumuman hasil seleksi
akhirnya dipasang oleh pihak sekolah di papan pengumuman depan
kantor guru. Hasilnya... tidak tercantum nama saya di selebaran kertas yang
tertempel itu. Sedih, tapi tidak boleh berlarut, lega tapi juga sedikit kecewa. Ya,
karena apa-apa saja yang sudah saya diskusikan dengan guru BK waktu itu jelas
memang terlihat. Sudah siap menerima konsekuensinya. Beberapa teman yang lolos ada yang memang sesuai dengan passion mereka dan
tidak sedikit juga yang lolos SNMPTN karena hasil coba-coba, memilih jurusan yang
jarang diminati pendaftar, passing grade jurusan yang rendah, akreditasi
jurusan yang masih C dan lain sebagainya. Masih ada banyak jalan yang ingin
Allah tunjukkan, bahwa itu bukan yang terbaik untuk saya. Saya yakini sepenuh
hati dan mengumpulkan semangat kembali untuk mengikuti seleksi masuk PTN berikutnya
yaitu SBMPTN.
Tes SBMPTN tahun 2014 mungkin berbeda
sistemnya dengan beberapa tahun setelahnya. Sudah nampak mata bahwa tes SBMPTN
tahun 2019 mendatang jauh berbeda yaitu dengan menggunakan sistem skoring dan
dilaksanakan sebelum ujian nasional berlangsung (baca selengkapnya di https://tirto.id/sbmptn-2019-kebijakan-tes-dua-kali-cara-seleksi-dan-biayanya-c8nu
). Perjuangan dimulai, kembali lagi memilih jurusan dan universitas. Cukup 3 saja, 3 lagi Rin mau pilih yang
mana?
Singkat
cerita, hasil kelulusan UN SMA sudah diumumkan dan alhamdulillah siswa-siswi SMAN 1
Subah lulus 100%. Gembira dan haru menjadi satu bahwa setelah ini masing-masing
dari kami akan mengambil jalan hidup sendiri-sendiri, akan berpetualang
menggapai mimpi pribadi, menghadapi tantangan dan berbagai macam rintangan yang
menanti di depan. Berjalan kaki kurang lebih 1 km saya dan Iza (teman saya dari
kecil) mencari warnet di sekitar pusat Kota Batang yang kebanyakan darinya
sedang tutup. Pada akhirnya kami menemukan salah satu warnet yang buka dan
hanya tersisa satu komputer. Ok, tidak mengapa cukup untuk kami berdua. Kenapa sampai jauh-jauh cari warnet di pusat
kota? Sebenarnya di Kecamatan Subah ada banyak warnet, akan tetapi pada
saat itu kami berdua tidak membawa laptop dan memang sekaligus mengurus biaya pendaftaran
SBMPTN yang harus dibayar melalui Bank Mandiri sementara di dekat rumah hanya
ada Bank BRI. Kurang lebih perjalanan 30 menit dari rumah ke pusat kota,
mengantri di Bank cukup lama karena ramai dan berjalan muter-muter mencari
warnet cukup membuat kami lelah. Berdua dalam satu cubicle warnet saling lempar pandangan. Masing-masing dari kami
memang sudah menyiapkan jurusan dan universitas yang nantinya akan dipilih. Iza
tentu memilih jurusan soshum sesuai dengan konsentrasinya di SMA yaitu IPS. Dan
tahukah kalian? Saya memilih jurusan saintek sekaligus soshum. Wagelaseh. Saya tidak habis pikir
bagaimana bisa saya seberani itu mengambil kelompok ujian campuran alias tim
IPC. Wkwk. Lagi-lagi masalah kemantapan hati dan passion. Alhamdulillah
orang tua tidak pernah mengekang dan mengharuskan anaknya memilih jurusan
kuliah atau pilihan dalam hal apapun sesuai dengan kehendak mereka. Ibu selalu
berpesan bahwa lakukan apa yang kamu suka, yang kamu kuasai dan kamu inginkan,
asal itu baik dan kamu bisa mempertanggungjawabkan pilihan itu. Karena ibu
tidak mau apabila anaknya melakukan sesuatu dengan paksaan maka hasilnya tidak akan maksimal.
Anak IPA ikut tes jurusan soshum wkwk
(dok. pribadi)
Kesehatan Masyarakat dan Sastra
Jepang. Ya, kedua jurusan itulah yang saya pilih dan saya perjuangkan pada
SBMPTN waktu itu. Cerita mengenai mengapa mengambil jurusan Kesehatan
Masyarakat akan saya tulis pada postingan yang berbeda. Stay tune ya. Hehe. If you
know, selama saya sekolah formal
belum pernah mendapatkan pelajaran bahasa Jepang. Dari SD sampai
SMA bahasa asing yang pernah saya pelajari formal ya bahasa Inggris dan bahasa
Perancis. Saya mempunyai ketertarikan untuk mempelajari bahasa Jepang sejak
SMP, sejak itu saya belajar otodidak dengan mengikuti grup-grup belajar online
bahasa Jepang di Facebook. Jepang adalah negara impian yang ingin saya
kunjungi. Banyak hal baik yang perlunya dijadikan teladan. Saya mengikuti kelas online tersebut tiap hari, mingguan dan seterusnya.
Persiapan SBMPTN tentu harus
lebih keras daripada sebelumnya, doa dan ikhtiar lebih diperkuat lagi,
dikencengin lagi. Tidak sedikit teman saya mengikuti bimbel untuk persiapan SBMPTN. Karena keterbatasan biaya, jarak dan memang saya dari kecil tidak pernah ikut
bimbel jadi saya sudah terbiasa belajar sendiri pun berkelompok bersama
teman. Untuk soal-soal saya meminjam dan mengkopi milik kakak-kakak kelas. Baik itu soal-soal SBMPTN maupun seleksi masuk universitas lain di tahun-tahun sebelumnya. Untuk saintek saya juga belajar dari soal-soal persiapan UN dan soal UN tahun-tahun
sebelumnya yang seabrek. Alhamdulillahnya tes SBMPTN saintek tidak jauh-jauh dari soal
UN sehingga tinggal diasah terus latihan soalnya. Sedangkan soshum, ini nih yang
bikin greget. Karena terlalu fokus belajar saintek dan belum mengumpulkan
soal-soal soshum, saya baru mempelajarinya H-2 minggu. Berbeda dengan saintek
yang sudah saya pelajari jauh-jauh hari. Wagelaseh.
Saya meminjam semua buku dan latihan soal soshum yang Iza punya. Sedikit cemas,
tapi harus optimis.
Saya dan Iza berpisah karena
tentu lokasi ujian yang berbeda. Kelompok ujian campuran mendapat lokasi di UIN Walisongo (di kartu ujian masih IAIN) sedangkan kelompok
soshum di UNDIP waktu itu. Hari sebelum tes, saya bersama rombongan teman-teman
yang mendapat lokasi di UIN Walisongo berangkat bersama berkumpul di terminal
Banyuputih. Pengalaman pertama, pergi sendiri naik bis ke Semarang.
Alhamdulillah ada satu teman beda kelas di SMA yaitu Mbak Hanik (panggilan
akrab) yang mendapat lokasi yang sama tetapi beda ruangan. Yah setidaknya di Kampus 3 saya mempunyai teman mencari kosan bersama. Sampai di depan gerbang Kampus 3
UIN Walisongo, saya dan Mbak Hanik kebingungan. Kami berdua tidak punya kenalan disana, belum
mendapat tempat menginap dan hari sudah sore. Sampai kami masuk di setiap kosan
menanyakan apakah ada tempat untuk menginap semalam saja. Singkatnya, kami
dipertemukan dengan Mbak Hasna, dia menawarkan kamar untuk kami berdua.
Meskipun Mbak Hasna juga punya teman sekamar, dia justru mempersilahkan
kasurnya untuk ditempati kami berdua sedangkan dia memilih tidur di kasur
lantai dengan alasan gerah. Mbak Hasna memang baik sekali, meski baru kenal dia
mengajak kami berkeliling Kampus 3 pada malam hari untuk melihat lokasi tes agar
besok paginya kami tidak terlambat karena belum tahu ruangan tesnya. Dia juga
mengajak kami makan bersama di sekitar kampus. Semoga Allah membalas segala kebaikanmu, Mbak.
Saya bersyukur, sangat bersyukur alhamdulillah akhirnya mendapat tempat untuk tidur.
Saat berkeliling melewati masjid Kampus 3, tidak sedikit peserta yang mungkin
terpaksa bermalam disana (kebanyakan
laki-laki sih).
Hari H tiba, sepertiga malam
saya bangun untuk sholat dilanjutkan membaca-baca ringan materi hingga
subuh. Antrian di kamar mandi sudah ramai bersama mbak-mbak kos lainnya. Jarak tempat
menginap dengan ruangan tes cukup jauh, tetapi di jalanan banyak peserta yang juga akan menuju tempat tes sehingga jalan kaki terasa menyenangkan. Kira-kira pukul 05.30 WIB saya
sudah berangkat. Mbak Hanik sudah berangkat lebih awal karena diantar saudaranya yang kebetulan sedang
ada di Semarang. Baique, saya memang
sudah terbiasa sendiri (jomblo sih).
Hal yang paling penting sebelum tes adalah sarapan. Ibu selalu
membiasakan sarapan sebelum berangkat sekolah jadi ya naluri mencari sarapan
pun otomatis sudah terpatri. Di sebuah warteg saya bertemu dan mengobrol sebentar dengan teman-teman yang juga akan menjalani tes SBMPTN. Perlu dilakukan untuk mencairkan ketegangan,
mencari informasi, bahkan bisa menambah teman baru yang sama-sama sedang survive di kota orang.
Satu ruangan diisi oleh 20 orang peserta, lulusan
2014 saat itu sebagian besar belum memiliki ijazah masih menggunakan SKHU sehingga
kelihatan sekali yang membawa ijazah mungkin angkatan 2013 ke bawah. Sistem
skoring pada saat itu benar bernilai +4, salah bernilai -1, tidak dijawab bernilai
0. Berbeda dengan kelompok ujian yang hanya
mengambil saintek atau soshum, durasi ujian kelompok campuran berjalan
hingga sore. Urutannya yaitu mengerjakan TPA, kemudian saintek lalu istirahat dan untuk ujian soshum
dilaksanakan setelah istirahat. Di teras kelas, taman kampus, kantin dll
nampak sebagian besar peserta ujian yang diantar oleh orang tuanya. Sampai ada yang
menggelar tikar makan bersama seperti piknik, pokoknya setelah keluar
dari ruangan ada tempat yang mereka tuju untuk istirahat dan sedikit
bercerita tentang hal yang dialami ujian sebelumnya. Sementara saya datang
sendiri, tidak ada teman satu sekolah yang satu ruangan, tidak ada saudara atau
kerabat yang mengantar pun menunggu. Memilih duduk di teras
menikmati roti seribu-an dan air mineral yang saya beli di warteg tadi pagi. Tidak sedikit
peserta yang juga datang sendiri, bahkan dari luar Jawa Tengah. Di teras kami
bercengkerama bersama dengan sedikit membahas materi yang kira-kira akan keluar
di ujian soshum nanti.
Cari-cari di kardus ternyata masih ada hehe (dok.
pribadi)
Malam hari, Mbak Hanik pulang
ke rumah bersama saudaranya. Saya masih bermalam di kos-an Mbak Hasna. Bukan karena
takut naik bis malam atau tidak ada saudara yang menjemput, urusan di Semarang
masih sampai lusa. Ngapain? Lusanya
saya harus verifikasi berkas untuk mengambil kartu ujian USM STAN. Berbeda dengan SBMPTN, kartu ujian
USM STAN harus diambil secara langsung di Kanwil DJP Jawa Tengah I. Saya sudah
janjian dengan 2 teman satu SMA untuk verifikasi bersama, Dewi dan Oktin. Kami
janjian kumpul di Kampus 1 UIN Walisongo. Masih bingung ke arah mana hingga menjelang
sore, akhirnya kami memutuskan untuk mencari kosan di sekitar Kampus 1,
lagi-lagi pertolongan Allah Maha Baik kami dipertemukan dengan mbak mahasiswa (lupa namanya) yang menawarkan kami kosan murah meriah. Kami bertiga tidak
pilih-pilih kosan. Satu kamar untuk bersama. Mendapat kos-an tanpa kasur dan hanya berlantai karpet toh
untuk bermalam saja. Sepanjang malam saya tidak bisa tidur, pun Dewi dan Oktin
ikut menenangkan diri ini karena kami bertiga baru ngeh akan sesuatu hal. Sebenarnya bisa saja saya esok hari
memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, karena waktu verifikasi masih dibuka sampai seminggu ke depan (kalau tidak salah, agak lupa soalnya). Tapi,
kenapa tetap lanjut dan stay di Semarang?
Sewaktu lulus SMA saya baru saja genap
berusia 17 tahun, sehingga ketika ada pembuatan e-KTP di sekolah saya belum
boleh ikut karena usia tidak memenuhi syarat sehingga sebagai penggantinya yaitu melampirkan SKCK dari Polsek setempat (sesuai dengan berkas yang di upload waktu pedaftaran). Bukan itu perkara masalahnya, yang menjadi
masalah adalah foto yang tertempel di SKCK adalah pas foto ijazah SMA yang
tidak mengenakan jilbab (Ya, di SMA-ku
baik yang berjilbab maupun tidak foto ijazah wajib kelihatan rambut terutama
telinga, ruangannya tentu tertutup dan tidak diketahui oleh siswa laki-laki. Sedih
sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi sudah kebijakan sekolah. Saya harap
adik-adik kelas nggak gini kan ya?).
Kembali
ke topik, sementara di ketentuan peserta yang datang harus hadir sesuai dengan
identitas diri (dalam hal ini saya pakai
SKCK). Saya tidak mungkin hadir ke DJP nggak
pakai jilbab. Dewi dan Oktin menyemangatiku untuk tetap berpikir positif. Kami
lupa berangkat jam berapa dari Ngaliyan ke daerah Indraprasta, pokoknya waktu
itu jam 6 pagi kami sudah mengantri, itupun antriannya sudah mengular panjang. Sampai
pada giliran pengecekan berkas, jengjengjeng! Berkas saya ditolak. Ya, berkas
tidak diterima dengan alasan yang saya khawatirkan semalam. Aturan tetaplah aturan. Saya tetep keukeuh mengenakan jilbab. Saya sampai
meminta kepada bapak petugas yang mengecek berkas saya untuk mengizinkan ibu petugas
disampingnya ke toilet sebentar demi keabsahan identitas diri saya (saat lepas jilbab maksudnya). Permohonan tidak diterima,
berkas tetap tidak bisa diverifikasi. Saya diminta untuk mengganti foto dan besok kembali lagi ke Semarang.
Baique, saya memang orang yang keras
kepala. Tapi dengan begini saya merasa lega karena bisa memastikan sendiri keraguan yang saya alami semalam. Sepanjang perjalanan bohong kalau saya tidak menangis. Sedih
pastinya karena mengecewakan ibu yang menunggu kabar baik di rumah.
Soal USM STAN bagian dari perjalanan,
terima kasih pengalaman (dok. pribadi)
Akan tetapi ada rasa lega yang
Allah hadirkan. Ya, saya diberikan tanda cap khusus pada map. Tanda tersebut sebagai bukti bahwa esok
hari ketika hadir saya tidak usah mengantri
lagi langsung masuk saja ke bagian pengecekan berkas. Alhamdulillah. Allah itu pasti kasih yang terbaik untuk hamba-Nya. Tinggal kita yakin apa nggak, peka apa nggak, usaha keras apa nggak. Allah
tahu, Maha Tahu. Singkat cerita datang hari tes USM STAN bersamaan dengan 1
Ramadhan. Puasa hari pertama yang pertama kalinya tidak di rumah. Huhu. Waktu itu
saya mendapat lokasi di GU UPGRIS lantai 4. Lagi-lagi sendiri tanpa teman satu
SMA di kelas. Tapi hikmahnya dapat banyak teman baru. Hehe. Soal-soalnya lumayan susah,
banyak bedanya sewaktu mengikuti tryout.
Tapi alhamdulillahnya tes berjalan
dengan lancar.
Pengumuman
SBMPTN kurang lebih 1 bulan dan berjarak 2 mingguan setelah tes USM STAN (lupa tanggalnya). Dari pagi
sudah ramai teman-teman mengabarkan hasil tes SBMPTN mereka. Belum punya handphone android,
jadi waktu itu tidak ada grup WA yang dengan mudahnya bisa tahu info-info
dari teman. Akan tetapi saya putuskan untuk mengaksesnya sore-an saja. Karena server pasti sibuk sekali. Setelah
maghrib seusai buka puasa di depan laptop, Iza datang ke rumah dan memutuskan
untuk melihat pengumuman bersama. Rasanya degdeg-an tidak karuan. Tampilan login membuatku sedikit trauma karena
sama dengan SNMPTN. Kami sampai sudah memikirkan plan A, B, C, D, E sampai Z (lebay wkwk) kalau-kalau kami tidak
lolos. Saya mempersilahkan iza untuk terlebih dahulu yang membukanya.
Dan hasilnya... Iza tidak lolos SBMPTN. Tulisan “Maaf blablabla...” berwarna
merah muncul di layar. Kami berdua didampingi ibu masing-masing saling menyemangati. (oke, ini memang alay tapi memang begitu pas
waktu itu wkwk). Iza tentu sedih, aku yang masih belum tahu hasilnyapun
sudah menangis. Giliran aku membuka pengumuman, loadingnya berasa lama. Server
not found dua kali. Server
mungkin masih sibuk saat itu. Oke, drama dimulai. Dalam hati bergumam Ya Allah semoga engkau beri
hasil yang terbaik, apapun itu. Dan hasilnyaaaaa....
Alhamdulillah Ya Allah saya lolos
seleksi SBMPTN (dok. pribadi)
Alhamdulillahirobbilalamiin,
saya dinyatakan lolos seleksi SBMPTN 2014 dan diterima di jurusan Kesehatan Masyarakat
Universitas Negeri Semarang (UNNES). Sungguh, saya menangis sejadi-jadinya, ibu pun ikut menangis. Aku tersungkur
sambil menangis, bersujud berterima kasih kepada Sang Pencipta yang memberikan
jalan terbaik untuk aku lalui 4 tahun ke depan. Pengumuman USM
STAN diterbitkan beberapa minggu setelah daftar ulang SBMPTN sudah
dilaksanakan, sehingga saya tidak berharap lebih dan memang benar adanya, saya
tidak lolos. If you know, anak IPC (sebutan kelompok ujian campuran) adalah
kelompok peserta yang ramai diperbincangkan punya kuota sedikit sekali bisa
lolos. Memang riskan sih, karena universitas tentu mencari yang benar-benar minat di saintek dan/ soshum. Tetapi,
kuasa dan kehendak Allah siapa yang mampu menghalangi. Dia-lah yang Maha dari
segala Maha. Asal kita berusaha keras dan maksimalkan diri, yakin dan terus
berdoa memohon kepada-Nya meminta yang terbaik, maka ketika diberi hasil apapun
itu yakinlah itu yang terbaik bagi kita.
---
Bagi adik-adik yang mau ikut
SBMPTN, percaya sama passion kalian apa.
Jangan berpikiran tes SBMPTN itu susah terus langsung cari universitas swasta
karena takut dan sebagainya. Menyerah baru sampai SNMPTN? Kalau kalian yakin dengan
mimpi kalian, maka perjuangkanlah. Coba saja, berani mencoba itu baik. Kalian
sudah memutuskan untuk mencoba sesuatu itu berarti kalian sudah menang. Ya,
menang melawan diri sendiri itu hebat. ☺