GLOBAL LEADERSHIP BOOTCAMP 2020 Batch 1: Mulai dari Hal Sederhana
Pernahkah
kalian berpikir kalau kalian punya kemampuan super ingin mewujudkan dunia yang
damai dan sejahtera? Saya sendiri pernah kepikiran hal tersebut saat masih
ingusan dan gemar menonton serial super hero di televisi. Kemudian semakin hari
menjadi semakin mafhum, bahwa semua tujuan mulia tersebut tidak perlu menunggu
sampai diri mengantongi kemampuan super. Bukan tugas diri juga untuk
menuntaskan semua masalah yang ada.
Andil
dalam mengkampanyekan hal-hal positif yang dilakukan secara kontinyu membawa
dampak pandemi positif juga ketika banyak diri yang ikut merasakan manfaat dan
menularkannya. Siklus berantai sebuah perubahan. Sederhana, semua bisa dimulai
dari diri sendiri, dari hal kecil dan dari sekarang.
Tentu
tidak serta merta seperti pertunjukan sulap yang langsung berubah jadi apa,
butuh proses. Disitulah letak seberapa tahan banting diri ini bertahan melawan
ego, realitas dan peristiwa diluar dugaan.
Perubahan
itu pasti akan tetap terjadi di dunia ini, dengan atau tidak dengan kontribusi
diri. Tetapi kemudian terbesit, hakikat manusia ada di bumi itu untuk apa?
Bukankah nanti masing-masing dari diri dimintai pertanggungjawaban selama
hidupnya?
---
Terima kasih panitiaaaa... (dok. panitia)
Kutipan
diatas mengantarkan saya sehingga bisa berjabat tangan dan foto bersama Kak Ayu
Kartika Dewi (Staf Khusus Presiden RI). Tulisan tersebut merupakan caption
twibbon yang diupload di instagram pribadi saya untuk kegiatan GLBC 2020
bertemakan "Kontribusiku sebagai warga dunia". Dipilih oleh panitia dan dibacakan oleh
Kak Ayu, bersyukur tidak menyangka.
---
Diatas hanya secuil momen tidak
terlupakan saat mengikuti GLBC 2020 Batch 1 karena tentu banyak sekali kejadian
yang membekas mulai dari berangkat sampai pulangnya. Sebulan lebih tidak update
post di blog. Membuka tahun 2020 dengan mengikuti challenge
#30HariBercerita di instagram sehingga selama bulan Januari setiap hari menulis
cerita-cerita pendek disana. Yah, saya pikir baru akan memulai aktif blog di
tahun ini pada bulan Februari, hehe. Paling penting tidak pernah melupakan
kebiasaan menulis kan (alasan memang, bilang aja malas wkwk).
Sebelum saya bercerita mengenai
apa saja yang saya lakukan bersama teman-teman delegasi selama 3 hari di
Yogyakarta, dimulai dari drama keberangkatan. Sehari sebelum berangkat suasana
diramaikan oleh #DIYdaruratKlitih, lebih lanjutnya itu apa, kalian bisa cek
hastagnya di twitter. Tanggal 6 Februari berangkat dari Stasiun Tawang,
Semarang jadwal tiba di Stasiun Yogyakarta pukul 19.00 WIB. Seperti biasa, selalu
merepotkan orang, saya menumpang menginap semalam di kos teman yang dekat Stasiun. Saya pesankan teman untuk
menjemput saya pakai Go-Car karena Go-Ride atau dia mau menjemput pakai motor
terlalu mengkhawatirkan. Pun Condong Catur, kos teman saya tersebut adalah
salah satu daerah yang rawan adanya Klitih. Pun apabila saya sendirian naik
Go-Car menuju kos teman saya juga was-was. Lebay memang wkwk. Baru kali ini
saya solo travelling merasa kurang nyaman.
Terima kasih Arum dan Anggit sudah mau direpotkan. (dok. pribadi)
---
Jum’at,
7 Februari 2020
Pagi jam 09.00 WIB harus sudah
berkumpul di titik 0 km, Yogyakarta. Saya sudah janjian dengan salah satu teman,
kenal sewaktu ada kegiatan di Kemang, Jaksel akhir Januari kemarin. Kami bertemu
di Indomaret Point Malioboro sembari sarapan pagi. Sama-sama dari kalangan
pekerja (ceilah wkwk), jadi kami memang sudah rencana meet up di kegiatan GLBC,
yang ternyata dia pun ikut. Ngobrol-ngobrol, sambil ia meyelesaikan
pekerjaannya di laptop, tidak terasa waktu kurang 30 menit, saya dan kak Cecil
bergegas berjalan kaki cepat hingga berlarian menuju titik keberangkatan ke
Kaliurang. Sempat-sempatnya kami masih melanjutkan obrolan hidup di perjalanan.
Ketika sampai, kami berpisah bus, sesuai kelompok masing-masing yang sudah
dibagikan oleh panitia.
Surprisingly, ada foto saya dan Kak Cecil wkwk (dok. panitia)
Kalau ditanya ke Yogyakarta
berapa kali tentu sudah sering, tetapi baru pertama kali ke Kaliruang, menginap
pula. Perjalanan dari titik 0 km ke tempat penginapan sekitar 45 menit.
Disambut udara sejuk khas pegunungan. Pembagian kamarpun sudah dilakukan
beberapa hari sebelum keberangkatan. Dan surprise! Kamar Kamboja 206, saya
dipertemukan dengan Maryam dan Vivin. Keduanya pun sudah bukan lagi mahasiswa,
wah senangnya kami bertiga. Sepertinya panitia sangat memahami wkwk.
Ohiya event ini dibuka untuk umum mulai
dari yang paling muda ada peserta berusia 15 tahun sampai paling senior ada
yangberusia 42 tahun (kalau tidak salah). Total peserta kurang lebih 200.
Berasal dari beragai daerah di Indonesia, timur, barat, utara, selatan semua
ada. Tahun-tahun sebelumya memang diperuntukkan bagi anggota komunitas
Sahabat Beasiswa saja sehingga nama eventnya Sahabat Beasiswa Summit. Kemudian mulai tahun ini dibuka dengan
wajah dan nama baru yaitu Global
Leadership Bootcamp agar semuanya juga punya kesempatan untuk ikut
berjejaring lebih luas lagi. Pun sebenarnya kalaupun tidak memperkenalkan diri,
para alumni pelajar ini tidak nampak kalau sudah lulus S1 ataupun S2. Bahkan banyak yang menyangka saya masih kuliah. Setelah memperkenalkan diri
barulah banyak yang bertanya. Seneng aja rasanya bisa tetap menjaga kewarasan
berpikir dan berkumpul bersama akademisi, saling belajar, bahkan sepertinya
saya yang banyak belajar lagi. Bertemu banyak sekali pemuda-pemudi yang
keren-keren di bidangnya, termasuk teman sekamar saya dua itu. Hari pertama kami
langsung akrab ngobrol macam-macam.
Hari pertama sesi sharing dan talkshow dengan
berbagai narasumber yang gila-gila kerennya. Talkshow 1: How to make The Positive Impact for Society? diisi oleh
Ibu Tri Mumpuni, Kak Hardika Dwi Hermawan dan Mas Sugeng Handoko. Ibu Tri Mumpuni merupakan penggerak pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sumber daya
listrik pada 60 daerah terisolasi di Indonesia. Salah satu slide inspiratif
beliau yang bisa saya tangkap yaitu bahwa “A
Sustainability of a Techno-anthropologic programs for Socio-economic changes can
only be done by Capturing the Local Community
Passion, Energy and Imagination.” sehingga semua program yang berhubungan
dengan community development itu tidak lain tidak bukan berakar dari cita-cita
bersama yang berasal dari masyarakat itu sendiri untuk mau berubah menjadi
lebih baik.
Mas Sugeng (kiri), Ibu Tri Mumpuni dan Kak Hardika (kanan) (dok. panitia)
Kak Hardika Dwi Hermawan merupakan awardee
LPDP, alumni The University of Hongkong. Mendapat penghargaan oleh LPDP di
bidang pendidikan. Beliau membahas mengenai kunci-kunci dari keberlangsungan
sebuah program itu didasarkan pada Skema Penta Helix yang terdiri dari Community, Media, Bussiness, Academia and
Government Dalam
diskursus/pembahasan mengenai pembangunan di era kekinian, ramai
diperbincangkan pentingnya sinergi dan kolaborasi dengan skema Penta Helix, kelanjutan dari Triple Helix dan Quadruple Helix (kembalikan.org).
Mas Sugeng Handoko merupakan founder dari Ekowisata
di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul. Desa yang sebelumnya dikenal dengan citra
kemiskinan, kini masyarakat desanya mampu mandiri dan desa menjadi makmur
dengan upaya optimalisasi pemberdayaan masyarakat dan dana desa untuk
ekowisata. Catatan yang saya list dari Mas Sugeng mengenai pendekatan
masyarakat yaitu:
- Fasilitasi mind-mapping oleh masyarakat, dengan membuat diri kita tidak tahu apapun padahal sebenarnya kita sudah memiliki gambaran hasil dari mind-mappingnya. Intinya memancing masyarakat untuk mengemukakan ide. Menggiring mereka menuju hasil yang akan kita capai. Bukan dengan kita yang menawarkan ide, tetapi biarkanlah ide itu yang muncul dari mulut masyarakat. Maka mereka akan lebih bisa menerapkan ide tersebut. Poin ini relate banget sama kerjaan saya sebelumnya yaitu menjadi fasilitator program posyandu pada ibu-ibu kader dan stakeholder setempat saat di Padang Pariaman kemarin.
- Tokoh kunci desa didekati.
- Jangan langsung memaksa ide kita untuk diterapkan.
- Percaya saja, niat baik pasti akan ditemukan dengan orang-orang baik.
Kak Ayu (dok. panitia)
Talkshow
2: This is My Way to Love INDONESIA diisi oleh Kak Ayu Kartika
Dewi (Stafsus Presiden RI dan Founder SabangMerauke) dan Sambutan dari
perwakilan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Dalam sesi Kak Ayu menyampaikan
bab toleransi dan scientist’s mindset.
Tingkatan toleransi menurut beliau ada 4, yang paling dasar yaitu tidak
berurusan dengan perbedaan, kemudian menghargai perbedaan, merayakan perbedaan
dan yang paling tinggi melindungi perbedaan. Scientist’s mindset yang bisa kita terapkan dalam kehidupan
sehari-hari yaitu ada 5 poin.
1. Stay
curious.
“Belajar
itu sepanjang masa, selalu bertanya sumbernya darimana, buktinya apa.”
2.
Empathy
3. Open
minded.
“Apa yang salah belum tentu salah, apa
yang benar belum tentu benar.”
Beda halnya dengan matematika, ilmu pasti.
Kalau sains apa yang benar sekarang, belum tentu benar untuk masa depan. Pengetahuan
akan berkembang, bisa saja berubah.
4. Be
humble.
5. Healthy
skepticism.
Hoax itu juga ada yang baik. Tetapi meskipun itu baik, tetap saja
informasinya tidak benar. Harus berani memerangi informasi dan berita hoax. Stay curious tadi.
“Jangan ragu-ragu (kalau kita mau
menegakkan kebenaran), kalau kita punya musuh. Nggak apa ada orang yang nggak
suka, itu artinya ada yang sedang kita perjuangkan.”
Talkshow
3: Study Abroad, Come back, Make Big Impact! diisi oleh Kak
Budi Santoso (Manager Development of Link Aja) dan Pak I Made Andi Arsana
(Dosen Terbaik UGM). Pak Andi waktu itu membawakan slide “Menjaga Kewarasan, Mewujudkan Perubahan.”
Kenapa
kita harus menjaga kewarasan? karena dalam kewarasan itu ada ancaman, menjalani
kuliah atau perjalanan keluar negeri memunculkan ancaman yang dapat mengganggu
kewarasan diri seperti membandingkan yang bagus-bagus dari luar negeri dengan
dalam negeri, tetapi lupa membandingkan hal-hal yang tidak bisa didapat di luar
negeri (misalnya makanan). Kemudian tentu membahas mengenai keadaan ekonomi dan
misalnya tidak mendapat peran ketika pulang atau kembali ke dalam negeri. Saat diluar
negeri, sebenarnya untuk bisa kita menjaga kewarasan itu ada 3, mau menjadi transformer yaitu berubah benar-benar
berubah menerapkan apa yang sudah dilakukannya di luar negeri, dan ini tentu
kita akan menjadi tidak waras sendiri ketika pulang atau kembali. Kedua, dinamis yaitu menyesuaikan kondisi,
kita bisa belajar banyak dan senang berada di luar negeri tetapi ketika pulang
kita pun tetap bisa menikmati dan kembali menyesuaikan apa-apa saja yang memang
berbeda dari luar negeri. Ketiga, konserver
yaitu membawa kebiasaan dan sifat kedaerahan ke luar negeri maksudnya tidak
terbuka dengan kondisi serta pemikiran baru, sehingga tidak berkembang meskipun
berada di luar negeri. Kemudian ada beberapa quotes dari
Pak Andi yang menjadi catatan penting di note saya:
“Do small things, kontribusi bisa melalui tulisan, memainkan peran kecil
dan peran tambahan lainnya.”
“If you educated, you solved the problem, they (people) don’t care what
you are study (at and majoring of).”
“Jangan lupa purpose,
beyond goals, jangan terbelenggu dengan jurusan dan konsentrasi studimu, apapun
bisa dilakukan bahkan oleh seorang S3.”
“Between failed and nailed there is preparation."
Pak Andi (dok. panitia)
Cara menjaga semangat ala
Pak Andi dengan mengelilingi diri dengan orang-orang baik dan orang-orang yang
positif. Kemudian pertanyaan muncul bagaimaa cara mendapat orang baik? Jadilah
orang yang baik. Terakhir agar tetap semangat setelah berhasil melakukan sesuatu reward yourself, make your own.
Malam hari setelah ishoma, materi Design
Thinking Workshop oleh teman-teman dari FIM (Forum Indonesia Muda) Jogja dengan
metode pendekatan Customer, Emphaty and
Board. Kemudian setiap kelompok ditugaskan untuk membuat poster untuk
pemecahan masalah yang solutif sesuai tema yang dibagikan oleh panitia. Kelompok
kami 16 mendapat tema “Politik” dan kami mengangkat isu “Money Politik”. Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, penyebab
terjadinya money politik lebih sering karena sebenarnya masyarakat tidak
mengenal calonnya, sehingga dengan dalih uang/bantuan yang tidak dikenalpun
tetap bisa terpilih. Kemudian dari beberapa solusi kami memutuskan untuk
membuat aplikasi guna menjembatani calon dan masyarakat serta mengoptimalisasi
pengetahuan masyarakat agar menerapkan asas Pemilu (luberjurdil).
---
Sabtu, 8 Februari 2020
(dok. panitia)
Saya bersama teman-teman dari kelompok
16-20 tergabung dalam satu bis D. Singkatnya, setiap kelompok bis tersebut
memang sudah disesuaikan dengan pilihan social
project dan company visit yang
ingin dilakukan. Kelompok D mendapat jadwal kunjungan perusahaan di startup yang based-nya di Jakarta dan Yogyakarta yaitu Privy.id. Startup ini berfokus pada kepentingan
identitas digital yang bisa digunakan pada merchant dan aplikasi lainnya yang sudah bekerjasama. Tidak
hanya tanda tangan digital yang menjadi tagline utama dari keunggulan
aplikasi. Teman-teman bisa googling sendiri lebih lengkapnya ya. Kami diajak
berkeliling kantor yang sangat cozy
untuk bekerja, ya memang sih rata-rata kantor startup ya gitu. Mau
kerja dimana aja yang penting kerjaan kelar.
Selanjutnya kegiatan sosial kelompok D
dilakukan di Panti Asuhan Darul Ikhsan bersama IFL (Indonesia Future Leaders) Jogja. Disana kami dibagi menjadi
kelompok-kelompok lagi bergabung bersama anaka-anak panti asuhan kelas SMP dan
SMA. Kelompok saya kebagian untuk memfasilitasi kelompok anak SMA. Saya bersama
teman-teman mendampingi dan memfasilitasi anak panti tersebut untuk mengungkapkan
tiap sesinya bertemakan "Saya dan Masa Depan'. Berbagai macam cita-cita dan hobi
yang mereka ungkapkan dan ceritakan kepada kami. Salah satu yang membekas dalam
benak saya ada Abdul, dia bercita-cita menjadi seorang chef dan sangat
mengidolakan chef Juna. Masih teringat jelas Abdul meminta saya untuk
memberikan dia motivasi agar tetap semangat meraih mimpi. Di akhir sesi, saya meninggalkan kenang-kenangan
kepada Abdul berupa dream catcher dan
memberikan filosofi mengenai souvenir tersebut beserta wejangan-wejangannya.
Sungguh, saya malu melihat mereka semua yang ada di Panti Asuhan tersebut.
Semangat anak-anak panti ikut merasuk juga ke raga. Sesekali memang benar,
main-mainlah ke rumah sakit, panti asuhan, panti jompo, perkampungan kumuh dsb.
Disitu kita akan banyak menemukan siapa diri kita sebenarnya dan apa yang
seharusnya kita lakukan.
Abdul (baju biru) (dok. pribadi dan panitia)
Sore hari sampai malam, panitia memberikan
free time untuk berkeliling Malioboro. Saya bersama teman duduk di bis, Fiya
dan beberapa teman lainnya dari daerah lain mempunyai cerita unik. Jadi intinya
khusus malam itu, panitia memang tidak menyediakan makan malam sehingga kita
dibebaskan untuk makan dimana saja. Kami kurang lebih berenam mencari kedai
makan disekitaran Malioboro, berkali-kali berhenti kemudian tidak jadi lanjut
duduk ditempat makan tersebut, sekalinya berhenti dan masuk ke kedai. Karena
merasa tidak cocok dengan menu dan harganya alhasil kami berenam beranjak pergi
lagi dan ujung-ujungnya kami hanya menikmati jajanan jalanan yang dimakan
benar-benar dipingir jalan.
Ohiya saat itu malam minggu, tidak heran
sangat ramai, dimana-mana tempat makan penuh. Saya pribadi tidak nyaman
sebenarnya dengan keadaan ramai. Selanjutnya kami mengantar teman-teman dari
daerah lain yang hendak membeli oleh-oleh. Terutama, menjadi pengantar bahasa
jawa soal tawar-menawar. Kekocakan tidak sampai disitu, saya dan Fiya memang
menyukai fotografi sampai-sampai salah satu teman kami sempat kesal karena kami
berdua sesekali berhenti lama ketika mendapat momen apik di jalanan wkwk.
Alhamdulillahnya, kami sudah beli tiket antarjemput dari parkiran Ngabean ke
Malioboro dan sebaliknya. Sehingga tidak perlu terburu-buru jalan kaki menuju bis
pulangnya. Tapi tetap saja kita harus disiplin waktu, terakhir bis beroperasi pukul 21.00 WIB.
Eitttsss...
kegiatan
tidak sampai jalan-jalan terus kelar. Kami harus menyelesaikan project kelompok berupa poster design thinking kemarin untuk
dipresentasikan Minggu paginya. Kira-kira sampai jam 1 dini hari kelompok kami
selesai. Jangan salah, kelompok-kelompok lainnya bahkan ada yang sampai jam 4
pagi baru bisa tidur. Wkwk.
Yuni, Saya, Raju, Singgih, Bintang, Fiya, Rilla dan Tia (dok. panitia) |
Poster Kelompok 16 (dok. pribadi)
---
Minggu, 9 Februari 2020
Pagi, jam 06.00 WIB poster harus
sudah terpasang di Aula Graha Kinasih. Penjurian dimulai. Hanya 5 poster
terbaik pilihan yang diberikan kesempatan presentasi dan mendapat juara. Semua poster-poster yang tertampil menurut
saya pribadi semuanya memiliki keunikan masing-masing dengan ide masing-masing
pula sesuai tema, hanya saja memang yang namanya pemenang kan hanya dipilih 1 yang
terbaik dari yang terbaik. Kelompok 16 memang tidak masuk ke 5 poster terbaik,
tetapi kami bangga, terutama saya bisa kembali merasakan diskusi dengan
atmosfer idealis khas mahasiswa. Komposisi anggota kelompok dari berbagai latar belakang pendidikan, usia
dan daerah tentu disitulah yang menjadi letak pembelajarannya.
Kak Akbar dan Mr. Ioann (dok. panitia)
Sesi selanjutnya, sesi terakhir
dari inti kegiatan GLBC 2020 Batch 1 yaitu Talkshow
4: Indonesia on Foreign Perspective yang diisi oleh Mr. Ioann Fainsilber
(CEO Pintek) dan Kak Akbar Nikmatullah Dachlan (Sekjen Mata Garuda LPDP). Pintek merupakan startup yang bergerak di bidang pendidikan dengan sistem peminjaman dana pendidikan bagi mereka yang membutuhkan. Jauh-jauh dari Perancis ke Indonesia justru membuat Mr. Ioann bersemangat mendirikan startup di Indonesia. Mr. Ioann pun berpesan kepada para pemuda Indonesia yang harus bersyukur atas keberlimpahan dan keberagaman masyarakat dan daerah di Indonesia. Banyak-banyaklah melakukan travelling bertemu dengan banyak orang dari berbagai macam daerah dan budaya yang akan memperkaya wawasan serta memunculkan ide-ide baru untuk berinovasi.
Sebelum Bang Radyum Ikono (Founder
Sahabat Beasiswa dan CEO Schoters) mengisi sesi Sahabat Beasiswa Summit khusus untuk member SB se-Indonesia. Beliau
juga berbagi pengalaman mengenai beasiswa ke luar negeri. Tentunya, jauh-jauh hari saya sudah meminta izin kepada panitia untuk mengobrol bersama
Bang Ikono di back stage dan
diizinkan. Senangnya kayak dream come
true (lebay memang wkwk), karena
sejujurnya tujuan utama ikut kegiatan ini yaitu biar bisa ngobrol banyak dan ketemu sama Bang
Ikono (ada banyak alasan yang tentunya
tidak bisa disebutkan disini hehe). Kayaknya obrolan kami dari A sampai Z,
benar-benar welcome banget orangnya, low profile dan banyak wejangan-wejangan
yang akhirnya bisa menjadi pegangan untuk step
forward to go abroad. Sebelumnya saya sudah sering DM instagram dan kirim pesan di
likedin, membaca artikel-artikel beliau di linkedin dan blognya. Tetapi tentu kan kurang leluasa dan khawatir
mengganggu waktu kerja beliau. Menginspirasi pokoknya, kalau kalian penasaran
siapa beliau boleh kepo-kepo sendiri ya.
Bang Ikono, saya dan Maryam (dok. pribadi)
Mengejutkan di momen perpisahan,
Maryam dengan santainya mengatakan bahwa dia adalah saudaranya Bang Ikono,
karena katanya kalau ngasih tahu saya
saat awal ketemu ya tidak surprise lah
hmmm. Akhir kegiatan saya, Maryam, Vivin dan Vita, kami saling bertukar souvenir untuk saling
mengingat nantinya satu sama lain. Surprisingly, Fiya memberikan saya sebuah buku antologi yang didalamnya ada
tulisan dia. So special I am, terima
kasih Fiya. Banyak ngobrol sama mereka jadi banyak insight dan pandangan dari berbagai sudut. Semoga dilain kesempatan kita bisa berkumpul lagi ya semuanya. Kata
salah seorang panitia, meski nanti akan akan batch-batch selanjutnya untuk
GLBC, tetap batch yang pertama yang tidak terlupakan (cieee wkwk).
Semuanya larut dalam
suasana kegembiraan dan merayakan perpisahan. Mulai dari tiktok challenge, gombal
challenge, tukeran souvenir, foto-foto
bersama dan sebagainya. Terima kasih panitia yang telah memberikan pelayanan dari awal
penjemputan sampai akhir diantar ke Ngabean. Mulai dari pagi sampai pagi lagi. Semoga
kelelahan kalian semua berkah ya.
Lah belum benar-benar berakhir ternyata, banyak momen
kebetulan yang terjadi di GLBC 2020 ini, ada ketemu teman dari teman saat saya di Padang. Kemudian salah satunya lagi berjumpa dengan Kak
Cecil yang bahkan tidak dierencanakan jadwal kepulangannya dengan kereta dan di
Stasiun Lempuyangan pula. Meski kami terpisah kelompok dan kamar sehingga selama 3 hari kegiatan memang terpisah kecuali talkshow di Aula. Kenalan
pertama di GLBC awal dari sejak ketemu di Kemang dan akhirnya kita pun dipertemukan
kembali pada akhir-akhir momen. Jadi ngobrol kemana-mana (lagi). Kayak Allah tuh ngasih opening sama closing kelana saya akan kegiatan ini dengan ketemu Kak Cecil. Begitulah alam semesta bekerja, jodoh memang
tidak kemana (apaansih wkwk).
Foto pemanis untuk menutup post kali ini wkwk.
See you when I see you, Maryam dan Vivin - Kamboja 206 (dok. pribadi)
---
Note: Semua catatan materi yang ada disini
merupakan catatan yang saya tulis pribadi dan yang saya tangkap dari setiap
sesinya. Sehingga, apabila ada beberapa yang memang tidak sesuai mohon
dikoreksi atau boleh ditambahkan apabila ada kekurangan. Beberapa pembicara
memang tidak saya tangkap poinnya. Karena pada intinya sesi talkshow berupa
tanya jawab dan diskusi bersama. Terima kasih panitia atas semua dokumentasi yang dibagikan.
0 comments