Recap: Life is Unpredictable
Dear My Blog,
yang udah kuanggap seperti kawan sendiri, rasa-rasanya di tahun ini aku lalai tidak memperhatikanmu, padahal jauh di lubuk hati aku tuh setiap bulan kepikiran hahaha... terus bergulir hingga sampai pada puncak akhir tahun, tepat hari ini aku masih merasa kepikiran. postingan ini ku tulis atas dasar keresahanku, yang sejak libur natal kemarin berpikiran bahwa it's okay tahun ini nggak usah posting sesuai target (hm padahal cuma 5 post aja loh, dasar aku ini). from my deepest heart, i'm terribly sorry. so, aku akan coba menyelesaikan apa yang sudah direncanakan, yaitu menulis 4 postingan sisanya. dan benar, saat aku mulai mengetik ini aku jadi semangat nulis dan malah muncul-muncul ide berkeliaran hahaha... oke jadi, di postingan pertama disini aku akan coba recap cerita sepanjang 2020-2021 dan untuk 3 postingan lainnya aku mau bagiin catatan-catatan yang menarik yang pernah aku pelajari, yang aku dapatkan baik itu dari pekerjaan, pelatihan atau event lainnya. aku tidak bisa membayangkan seharian ini akan menulis 4 postingan. hahaha... selamat menyimak!
---
Taman Pustaka Rakyat
Kenapa aku cerita tentang ini untuk pertama kali? Ya, Taman Pustaka Rakyat atau TPR biasa kami menyebutnya, tak lain tak bukan adalah komunitas yang diprakarsai oleh Naufal dan Mas Burhan. Keduanya tetangga samping dan belakang rumah. Long short story, TPR menginjak usia satu tahun per 3 Juni 2021. Sungguh perasaan yang campur aduk, tidak ada ekspektasi apapun sehingga sampai sekarang TPR berkembang begitu pesat, dikenal khalayak ramai, menjadi tuan rumah perhelatan komunitas taman baca se-Kabupaten Batang dan tentunya koleksi buku kami yang sudah ribuan pun sudah kami sebar untuk dibagikan di kedai-kedai kopi teredekat beserta raknya. Taman baca ini diinisiasi pada awalnya adalah dengan semangat menumbuhkembangkan minat baca teman sebaya, di bukalah lapak seadanya dengan koleksi buku-buku pribadi, hingga kami mulai menggalang donasi berupa buku, alat tulis dan bahkan ada yang men-support berupa dana. Sedari awal memang kami menghindari hal berupa materi. Kami mulai bergerilya menyebar poster ke masing-masing jejaring. Syukur alhamdulillah sepanjang tahun 2020 itu paketan buku, alat tulis, pensil warna dan lainnya terus deras berdatangan. Tak jarang kami yang menjemput bola bila donatur mengalami kendala soal biaya pengiriman dan sebagainya.
Anak-anak sekitar pun lebih-lebih antusias lagi setiap malam Sabtu dan malam Minggu kami membuka lapak di depan balai desa. Namun, di rumah Naufal, yang digunakan sebagai basecamp kami, semua masih bisa bertamu dan meminjam buku kapanpun. Harapan besar masih terus digantungkan di TPR ini, masing-masing dari kami juga punya cita-citanya sendiri, tetapi harapannya TPR bisa terus hidup di desa kami, mewarnai hari-hari anak-anak dan pemuda khususnya untuk terus akrab dengan buku. Ohiya beberapa kegiatan kami bisa di kunjungi di instagram @tamanpustakarakyat.
Tidak cukup satu segmen untuk dituangkan apa-apa saja yang sudah dilalui bersama TPR di postingan ini, karena TPR mempunyai ruang sendiri di hidupku.
Public Health Literature Club
Entah ini sudah digariskan atau pas kebetulan saja, Oktober 2020 komunitas ini pada mulanya adalah sebuah whatsapp group yang bernama Public Health Book Club. Aku secara pribadi tiba-tiba di whatsapp oleh Mbak Admin hahaha... yaitu Mbak Nilna, dia punya ide untuk membuat komunitas literasi untuk bacaan terkait kesehatan masyarakat, baik itu membahas current issue atau materi dalam perkuliahan lainnya. Respon dalam hati tentu senang, kata beliau aku yang sedang bergulat di dunia literasi ini siapa tahu tertarik. Oh tentu hahaha... masuklah aku. Mbak Nilna ini kakak tingkat sewaktu kuliah, kita hanya tahu satu sama lain tapi tidak kenal akrab secara pribadi, aku juga lupa bagaimana Mbak Nilna bisa punya kontakku atau aku yang sudah pernah kontakkan dengan beliau ya? hahaha... singkat cerita didirikanlah itu komunitas, awal-awal isinya kalau tidak salah cuma 10-an orang, sekarang sudah banyak yang bergabung. Pada saat awal-awal, bisa dikatakan Mbak Nilna, Mas Haris dan aku yang mempunyai interest dan semangat untuk mengembangkan ini menjadi komunitas beneran hahaha... muncullah ide merancang nama, membuat logo (Ya Allah itu logo asal-asalan aku buat di Canva wkwk) dan platform media di instagram (@publichealth.literatureclub). Alhamdulillah jejaring cukup berkembang dengan cepat karena masing-masing dari kami tak luput dari promosi. Awal-awal kami hanya melakukan diskusi tertutup, sharing knowledge antar anggota, ngobrol-ngobrol biasa tapi kami posting di instagram, setelah selanjutnya banyak teman-teman kita kepo dan ingin juga ikut menyimak diskusinya, pelan-pelan sih kita buka untuk umum, karena memang ada yang belum siap teknis dan segala macamnya. Hingga sekarang seperti nggak nyangka PHLC, sebutan akrabnya berkembang dan berjejaring dengan berbagai macam latar belakang, tidak hanya sebatas alumni-alumni SKM saja. Diskusi dan webinar kami pun sekarang seringnya dipublikasikan untuk khalayak agar lebih luas lagi kebermanfaatannya. FYI, bahkan selama 2020-2021 ini sejak komunitas dibentuk, kami semua yang ada dalam whatsapp group belum pernah bertatap muka secara langsung, dan sangat beragam asalnya dari berbagai daerah di Indonesia.
Menjadi bagian penting dari perjalanan PHLC adalah menggembirakan. Semoga kedepan PHLC menjadi jalan bagi suasana/atmosfer literasi di kalangan tenaga kesehatan semakin maju dan berdampak.
CISDI
Aku taruh CISDI di part ketiga bukan berarti aku mentigakan CISDI hahaha... bukan. Tahun 2020-2021 memang tahun dimana semua orang struggling dengan berbagai macam ujian, tetapi percayalah ada banyak berkah yang bisa diambil dari segala uji coba di tahun ini. Dan di 2 tahun belakangan ini memang aku pribadi menepikan diri dari hiruk pikuk sosial media (kecuali twitter sih hahaha) belajar bagaimana perasaan sedih dan senang dikonsumsi oleh privasi. Hm.. nyaman juga ternyata hahaha... malah jadi happy karena tidak banyak orang yang tahu tentang aku kecuali orang-orang terdekat. Banyak hal di 2 tahun ini yang direcanakan, ada kalanya memang hanya menjadi rencana, ada yang dilalui namun tidak tergapai, ada yang berhasil diterapkan sesuai rencana dan tidak sedikit yang terjadi diluar rencana. Semua hal yang dilakukan kita setiap hari tak ubahnya sebuah kumpulan perjalanan yang menuntun kita akan sebuah tujuan bermakna. Kita mungkin tidak sadar, apakah ini akan menjadi ini atau akan menjadi itu, apakah ini akan menghasilkan ini atau akan menghasilkan itu, apakah ini berhasil atau gagal.
Cerita unik, begitu unik akan disadari ketika kita sudah melewati suatu hal lalu kita mencoba merefleksi, merecall, menerjemahkan apa yang sebenarnya maksud dari semua ini. Manusia dengan segala keterbatasannya tidak akan pernah sampai, bagaimana cara Allah menjadikan ini semua ada dan nyata adanya. Tugas manusia hanya berusaha dan percaya bahwa apa-apa saja yang kita pasrahkan kepada Allah akan berjalan baik-baik saja dan yang terbaik pastinya.
Sedikit flashback postinganku di tahun 2019 tentang Youth Town Hall/YTH (disini) waktu itu Maret 2019, aku seorang freshgraduate yang kurang kerjaan mengikuti sebuah event kepemudaan di Jakarta sendirian, iya sendirian, SENDIRIAN. Berbekal uang saku dari hasil tabungan semasa kuliah, aku izin orang tua untuk menginap di rumah saudara. Pokoknya yang ku tahu itu acara dari Kemenkes RI, kemudian ada tim Pencerah Nusantara yang akan sharing mengenai pengalaman penempatan di pedalaman (yang pada saat itu, aku ingin juga merasakan pengabdian di sudut terpencil negeri ini). Di postingan saat itu aku yang dari kejauhan hanya bisa terkagum-kagum akan 1000 pemuda dari berbagai wilayah di Indonesia yang berkumpul ini semuanya punya potensi yang sama, bersama untuk Indonesia yang lebih sehat. Aku hanya sebatas tahu CISDI yang menjadi implementing partner acara YTH tersebut, tidak mengenal seluk-beluknya. Saat itu yang kupercayai, berjejaringlah, yang sejak kuliahpun aku suka berjejaring melalui ISMKMI. Bagiku, dengan memperluas jaringan kita jadi punya banyak perspektif, kaya akan wawasan dan tentunya teman yang tersebar dimana-mana. Nah ini ujungnya, yang pada akhirnya orang-orang yang pernah ditemui entah kapannya itu akan bertemu lagi dan bersinggungan.
Tepatnya, awal Desember 2021, seluruh staff CISDI mengikuti outing bersama setelah kurang lebih setahun bekerja secara work from home. Pada suatu momen, kami berkumpul untuk acara pembukaan outing, aku duduk di baris kedua dari depan, persis juga saat Youth Town Hall waktu itu aku duduk di baris kedua dari depan. Aku seperti dibawa oleh-Nya de javu. Bagaimana tidak? aku di tahun 2019 saat Youth Town Hall itu memandangi Bu Diah Saminarsih memaparkan materi soal kepemudaan, aku di 2021 saat outing staff CISDI memandangi Bu Diah Saminarsih memaparkan materi soal ikigai. Sungguh sepanjang paparan beliau saat outing kemarin, tak henti-hentinya hatiku berdesir, Allah kok romantis banget ya :") pikirku. Bener-bener Life is Unpredictable.
Rina di 2019 bahkan tidak ada terpikirkan sama sekali akan kembali bertemu dengan Bu Diah, bahkan dalam skema bekerja dibawah pimpinannya. Tidak menyangka bisa bertemu dan bersinggungan dengan orang-orang yang hebat lainnya disini. Banyak belajar hal baru, menyenangkan, alhamdulillah amat menyenangkan. Bagaimana ini bisa terjadi? jawabannya kembali lagi poin yang sudah kusampaikan diatas, manusia itu terbatas dan tidak akan pernah sampai pada skenario-skenario yang dibuat oleh-Nya. Tugas manusia adalah menjalani perannya setiap hari dengan sebaik-baiknya.
Melalui recap yang singkat-tidak singkat ini, aku cuma mau berbagi pengalaman bahwa yang namanya hidup memang bisa direncanakan, tapi tidak bisa diprediksi. Apa-apa saja yang ada didepan mata sekarang, yang bisa kamu lakukan, lakukanlah, sebaik-baik usaha, apapun itu pasti akan menemukan jalannya sendiri. Terima kasih ya, sudah sabar menanti ceritaku sampai di ujung 2021 ini. Semoga kita bisa terus sama-sama dengan cerita-cerita menakjubkan kedepannya.
Sincerely Yours,
Rina :)
0 comments